Kemenkes: 12 Ribu Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis, Jawa Barat Tertinggi

Editor: DIG author photo


ilustrasi medcom.id

JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan hampir 12 ribu kasus keracunan yang terjadi dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah di Indonesia. Data tersebut diperoleh dari laporan aplikasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), yang digunakan untuk mendeteksi serta memantau tren penyakit menular maupun potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) secara cepat.

Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kemenkes, Sumarjaya, menjelaskan total kasus keracunan yang tercatat mencapai 11.660 kasus berdasarkan data yang dihimpun hingga 5 Oktober 2025 pukul 17.00 WIB.

“Sampai sore kemarin, kami mencatat sekitar 119 kejadian dengan 11.660 kasus. Laporan terakhir berasal dari Karanganyar, Kuningan, Kabupaten Purworejo, dan Temanggung,” ungkap Sumarjaya dalam webinar pada Senin (6/10/2025).

Ia menambahkan, total terdapat 199 kejadian luar biasa (KLB) keracunan MBG yang dilaporkan dari 25 provinsi dan 88 kabupaten/kota. Puncak lonjakan kasus tercatat pada minggu ke-39 tahun 2025.

Menurut Sumarjaya, keberadaan sistem SKDR sangat membantu dalam deteksi dini dan koordinasi respons cepat terhadap kasus serupa di seluruh wilayah.

“Pada minggu ke-39 cukup banyak sekali laporan yang masuk. Kami berharap sistem ini dapat menjadi solusi agar data dapat tersentralisasi dan dimanfaatkan bersama oleh seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya.

Dari hasil pemantauan SKDR, tiga provinsi dengan kasus keracunan MBG tertinggi yaitu Jawa Barat (34 kejadian), Jawa Tengah (15 kejadian), dan DI Yogyakarta (13 kejadian).

Sumarjaya juga menegaskan, sejauh ini belum ada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang mengalami keracunan berulang, namun ditemukan beberapa kecamatan dengan kejadian berulang.

Selain itu, seluruh SPPG yang mengalami kasus keracunan diketahui belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Kemenkes kini menyiapkan pembaruan pada aplikasi SKDR agar data kasus keracunan MBG bisa diakses melalui satu pintu secara nasional.

“Dengan sistem satu data ini, kami berharap tidak ada lagi perbedaan data antara daerah, kabupaten, provinsi, maupun pusat,” pungkasnya.

Share:
Komentar

Berita Terkini