![]() |
Cuplikan Video dari instagram @suarakyatmedan |
Upaya Lurah Perintis, Kecamatan Medan Timur, Muhammad Fadli, untuk menertibkan lingkungannya berakhir ricuh. Ia menjadi korban dorongan warga hingga terjatuh ke parit saat melaksanakan tugas, dan kini telah melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Medan Timur.
Laporan itu dilayangkan atas dugaan penganiayaan serta tindakan menghalangi petugas pemerintah oleh seorang pria berinisial A, yang diketahui merupakan warga di kawasan tersebut.
Insiden bermula ketika Fadli bersama tim kelurahan menertibkan “polisi tidur” ilegal di Jalan Madukoro, Kelurahan Perintis. Gundukan penghambat jalan itu dibuat dari ban bekas yang dipaku serta tumpukan pasir dan tanah. Keberadaannya selama ini dikeluhkan warga karena merusak kendaraan serta menyempitkan badan jalan.
Menurut Fadli, langkah penertiban dilakukan setelah pihaknya menerima laporan dari warga melalui Kepala Lingkungan, Tika, yang menyampaikan keluhan lewat pesan WhatsApp. Banyak warga mengaku ban kendaraannya kerap bocor akibat paku yang menancap di polisi tidur tersebut.
“Masalah ini bukan baru sekali terjadi. Sudah dua kali saya tegur dan mediasi langsung dengan A terkait hal yang sama,” ujar Fadli saat ditemui usai membuat laporan di Polsek Medan Timur, Senin (13/10/2025).
Namun, saat petugas mulai membersihkan area tersebut, A datang dan menentang keras tindakan itu. Fadli sempat berusaha menenangkan situasi dengan menawarkan agar barang-barang yang disita bisa diambil kembali di kantor kelurahan, namun tawaran tersebut ditolak mentah-mentah.
“Saya sudah memperkenalkan diri sebagai lurah dan menjelaskan kalau saya sedang menjalankan tugas. Tapi dia malah menantang balik, bilang ‘memangnya kenapa kalau lurah?’,” tutur Fadli.
Ketegangan pun meningkat hingga akhirnya A mendorong Fadli ke parit. Akibatnya, tangan kanan Fadli mengalami pembengkakan di bagian siku dan pergelangan. Aksi tersebut terekam kamera dan kini menjadi bukti dalam laporan resmi ke pihak kepolisian.
Dari keterangan pelaku, A beralasan membuat polisi tidur tersebut untuk melindungi hewan peliharaannya, seperti ayam dan merpati, agar tidak tertabrak kendaraan yang melintas dengan kecepatan tinggi.
“Saya bisa memahami kekhawatirannya, tapi cara yang ditempuh jelas keliru. Kami sudah berulang kali mediasi, bahkan sampai di tingkat kecamatan, tapi tetap saja diulangi,” ungkap Fadli.
Awalnya Fadli sempat mempertimbangkan penyelesaian secara kekeluargaan, namun karena kejadian tersebut sudah menimbulkan luka fisik dan dianggap menghambat tugas pemerintahan, ia akhirnya memutuskan menempuh jalur hukum.
“Saya tidak ingin mencari keributan, tapi ini sudah berlebihan. Tujuan kami hanya ingin menata lingkungan agar lebih aman dan nyaman,” tegasnya.