![]() |
| Kartu Indonesia Sehat (KIS) .ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/wsj. |
Jakarta —Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berpotensi mengalami defisit anggaran pada tahun 2026. Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Prof. Abdul Kadir, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama potensi defisit tersebut adalah belum adanya penyesuaian iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Kalau berdasarkan perhitungan aktual, kami bisa bertahan hanya sampai bulan Juni 2026,” ujar Abdul kepada wartawan di Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2025).
Ia menambahkan, setelah pertengahan tahun 2026, kondisi keuangan BPJS Kesehatan diperkirakan mulai mengalami tekanan. “Bulan Juni 2026 kami masih mampu, tapi setelah itu mungkin akan defisit anggaran,” lanjutnya.
Untuk mencegah terjadinya defisit, berbagai langkah tengah dibahas oleh para pemangku kepentingan. Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Mahesa Paranadipa Maykel, menjelaskan bahwa pihaknya bersama pemerintah sedang menyiapkan delapan skenario kebijakan guna menjaga keberlanjutan keuangan BPJS Kesehatan.
Beberapa di antaranya mencakup kemungkinan kenaikan iuran peserta, penambahan dana bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI), serta penyesuaian batas atas penghasilan bagi peserta pekerja penerima upah (PPU).
“Kebijakan perlu diatur dengan seksama agar tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat,” kata Mahesa.
Ia menegaskan, pembahasan kebijakan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. “Pada dasarnya, manfaat bagi peserta tidak akan dikurangi. Bahkan mungkin akan ada penambahan manfaat. Namun, terkait iuran, kami harus berhati-hati dalam mengambil keputusan,” tutupnya.
