BPOM Menegaskan Obat Sirop Penyebab Kematian Belasan Anak di India Tidak Akan Beredar di Indonesia

Editor: DIG author photo

 


Jakarta — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan obat batuk sirop yang dikaitkan dengan kematian sejumlah anak di India tidak akan beredar di Indonesia. Berdasarkan laporan India Today, hingga Selasa (7/10/2025), tercatat 19 anak meninggal dunia setelah mengonsumsi obat batuk bermerek Coldrif Syrup.

“Kita bisa memastikan obat itu tidak beredar di Indonesia,” ujar Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM RI, William Adi Teja, dikutip dari Antara, Selasa (7/10).

Meski demikian, BPOM tetap mengambil langkah pencegahan untuk menghindari risiko serupa di dalam negeri. William menjelaskan, pihaknya telah menghimbau industri farmasi agar memperketat standar produksi, memastikan bahan baku yang digunakan memenuhi syarat keamanan, serta meningkatkan pengawasan dalam proses pengemasan dan distribusi.

Kepala BPOM Taruna Ikrar memberikan keterangan beberapa waktu lalu. (BeritaNasional/Panji)

Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menegaskan bahwa lembaganya sangat berhati-hati dalam menanggapi kasus tersebut. Ia menyebut, BPOM tidak ingin peristiwa gagal ginjal akut pada anak yang terjadi di Indonesia pada 2022 kembali terulang.

“Kita harus hati-hati karena kita punya pengalaman pada tahun 2022 dengan kasus gagal ginjal akut. Dan kita tidak mau itu terulang lagi,” kata Taruna kepada wartawan, Senin (6/10).

Taruna menambahkan, BPOM akan memastikan seluruh produk obat yang beredar di Indonesia aman, memiliki kualitas baik, serta efektif sesuai peruntukannya. Pengawasan khusus juga diterapkan terhadap produk impor, termasuk yang berasal dari India.

“Kami memberikan atensi khusus terhadap obat impor dari India. BPOM tidak akan mengeluarkan izin impor sebelum seluruh aspek keamanannya benar-benar dipastikan,” tegasnya.

Menurut laporan Reuters, belasan anak di India meninggal dunia akibat gagal ginjal akut setelah mengonsumsi obat batuk Coldrif Syrup dalam sebulan terakhir. Sebagian besar korban merupakan anak-anak berusia di bawah lima tahun.

Hasil penyelidikan menunjukkan, sirop tersebut mengandung senyawa beracun dietilen glikol (DEG) dalam kadar yang sangat tinggi — hampir 500 kali lipat di atas batas aman.

Laporan dari Direktur Pengawasan Obat Negara Bagian Tamil Nadu tertanggal 2 Oktober 2025 menyebut, Coldrif Syrup (nomor batch SR-13, produksi Mei 2025, kedaluwarsa April 2027) yang diproduksi oleh Sresan Pharmaceuticals mengandung 48,6 persen dietilen glikol. Pengujian terpisah oleh Laboratorium Pengujian Obat Chopal juga menemukan kadar 46,28 persen senyawa beracun yang sama.

Padahal, WHO dan otoritas kesehatan India telah menetapkan bahwa kandungan DEG dan etilen glikol (EG) dalam bahan baku obat tidak boleh melebihi 0,1 persen.

Laporan kepolisian negara bagian Madhya Pradesh menyebutkan, para korban awalnya mengalami gejala flu, pilek, dan demam, kemudian diberi obat batuk Coldrif Syrup. Beberapa hari setelah konsumsi, mereka menunjukkan gejala retensi urine, peningkatan kadar kreatinin dan urea, serta tanda-tanda cedera ginjal akut.

Polisi telah menahan seorang dokter anak, Dr. Praveen Soni, yang meresepkan obat tersebut di CHC Parasia, serta menetapkan Sresan Pharmaceuticals sebagai tersangka utama. Otoritas federal India juga merekomendasikan pencabutan izin produksi perusahaan itu.

Sresan Pharmaceuticals kini menghadapi sejumlah dakwaan serius, termasuk pembunuhan yang dapat dipertanggungjawabkan tanpa unsur berencana, pemalsuan obat, serta pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat dan Kosmetika India.


Share:
Komentar

Berita Terkini