5 Fakta Penting Tentang Kanker Payudara Menurut Dokter. Jangan Tunggu Sampai Sakit

Editor: DIG author photo

 

gambar istock photo

Kanker payudara bisa menyerang siapa pun bahkan mereka yang tampak sehat dan tidak memiliki riwayat keluarga.

Banyak perempuan terkejut ketika didiagnosis kanker payudara untuk pertama kalinya. “Tapi aku sehat, tidak ada keturunan keluarga, kok bisa kena?” begitu reaksi yang sering terdengar, ungkap dr. Ang Wei-Wen, konsultan ahli bedah payudara di Tan Tock Seng Hospital (TTSH) Singapura.

Menurut dr. Ang, anggapan bahwa kanker payudara hanya menyerang mereka yang memiliki “gen buruk” atau gaya hidup tidak sehat adalah keliru. Banyak kasus justru muncul tanpa penyebab jelas dan secara spontan.

Senada, dr. Sabrina Ngaserin, konsultan senior bedah payudara sekaligus direktur medis di Breast Surgery Care Partners Singapura, menjelaskan bahwa hanya 5–10 persen kasus kanker payudara disebabkan faktor keturunan. “Sebagian besar berkembang akibat kombinasi berbagai faktor,” ujarnya.

Dalam rangka Bulan Kesadaran Kanker Payudara pada Oktober ini, CNA berbincang dengan beberapa dokter tentang lima hal penting yang wajib diketahui perempuan tentang kanker payudara.

1. Bisa Terjadi di Usia Berapa Pun

Menurut dr. Lim Sue Zann, konsultan senior di Solis Breast Care and Surgery Centre Singapura, kanker payudara tidak mengenal batasan usia.

Ia mencatat pasien termuda yang pernah ia tangani baru berusia 19 tahun, sementara yang tertua 98 tahun.

“Sebagian besar memang didiagnosis setelah usia 50 tahun, tetapi satu dari enam kasus terjadi pada perempuan di bawah usia 45 tahun,” kata dr. Ngaserin.

Banyak perempuan lanjut usia menunda pemeriksaan karena merasa “tidak ada rasa sakit berarti aman”. Padahal, tidak semua gejala kanker terasa nyeri.

Sebaliknya, perempuan muda lebih cepat memeriksakan diri saat melihat perubahan, namun sering kali merasa terlalu tenang karena mengira kondisinya jinak.

2. Pemeriksaan Mandiri Harus Rutin

Pemeriksaan payudara sendiri atau SADARI sebaiknya dilakukan sejak masa pubertas, saran dr. Lim.

Untuk perempuan yang masih menstruasi, waktu terbaik adalah 7–10 hari setelah haid selesai, saat payudara terasa lebih nyaman, jelas dr. Ang.

Sementara bagi yang sudah menopause, lakukan pemeriksaan pada tanggal tetap setiap bulan.

Pemeriksaan bukan sekadar meraba, tapi belajar mengenali tubuh sendiri.

“Kamu yang paling tahu kondisi normal payudaramu. Dengan rutin memeriksa, kamu bisa lebih cepat mendeteksi perubahan kecil sebelum dokter melakukannya,” tutur dr. Ang.

Perhatikan tanda-tanda awal seperti perubahan tekstur kulit, bentuk, ukuran, warna, atau keluarnya cairan dari puting, terutama jika berwarna darah.

“Segera periksa ke dokter jika ada perubahan mendadak, tidak bisa dijelaskan, atau berlangsung lama,” tambah dr. Ngaserin.

3. Benjolan Tak Sakit Bisa Jadi Bahaya

Menurut dr. Lim, benjolan tanpa rasa nyeri justru lebih mencurigakan dibanding yang terasa sakit.

“Benjolan nyeri biasanya disebabkan kondisi jinak seperti kista atau infeksi,” jelasnya.

Meski begitu, dr. Ang menegaskan bahwa sekitar 80–90 persen benjolan bersifat jinak, namun tetap perlu diperiksa lebih lanjut.

Segera temui dokter bila benjolan:

Tidak hilang selama siklus menstruasi,

Tidak bisa digerakkan saat disentuh,

Disertai perubahan kulit seperti luka atau menebal,

Mengeluarkan cairan (terutama berdarah),

Atau muncul benjolan lain di ketiak.

Semua itu bisa menjadi tanda kanker yang menyebar ke kelenjar getah bening.

4. Hasil Mamogram Tak Berlaku Selamanya

Banyak perempuan merasa aman setelah hasil mamogram pertama normal, lalu tidak melakukan pemeriksaan lagi. Padahal, kata dr. Ang, “Mamogram hanya menunjukkan kondisi pada satu waktu.”

Antara satu pemeriksaan dan berikutnya, bisa muncul perubahan baru. Karena itu, konsistensi sangat penting.

“Kalau disarankan tahunan, lakukan setiap tahun. Jangan menunggu 10 tahun kemudian,” ujarnya.

Di Singapura, perempuan usia 40–49 tahun disarankan mamogram tiap tahun, sementara usia 50 ke atas setiap dua tahun sekali.

Bagi yang memiliki riwayat keluarga kanker payudara, dr. Ngaserin menyarankan untuk memulai skrining 10 tahun lebih awal dari usia anggota keluarga termuda yang terdiagnosis.

Ia juga menegaskan bahwa radiasi dari mamogram sangat kecil dan aman — setara dengan paparan alami selama tujuh minggu atau beberapa kali penerbangan jarak jauh.

5. Bisa Diturunkan dari Ayah Maupun Ibu

Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, penyebab paling umum kanker payudara, bisa diwariskan baik dari ayah maupun ibu, ujar dr. Lim. Karena itu, riwayat keluarga dari kedua pihak sama-sama penting saat mempertimbangkan tes genetik.

Tes genetik sebaiknya dimulai dari anggota keluarga yang lebih dulu terdiagnosis. Jika hasilnya positif, anggota keluarga lain dapat menjalani tes serupa untuk mengetahui risiko mereka.

Perempuan disarankan melakukan tes genetik jika:

1. Didiagnosis kanker payudara sebelum usia 40 tahun,

2. Pernah mengalami kanker di kedua payudara,

3. Terkena kanker payudara tipe triple-negative sebelum usia 60 tahun,

4. Memiliki riwayat kanker ovarium.

Kanker payudara juga bisa terjadi pada laki-laki, terutama yang membawa mutasi genetik tertentu.

Namun, hasil tes positif tidak berarti pasti akan terkena kanker.

Menurut dr. Lim, perempuan dengan mutasi BRCA1 memiliki risiko sekitar 60 persen seumur hidup, tapi masih bisa menurunkan risikonya lewat skrining dini, operasi pencegahan, atau konsumsi obat penurun risiko.


Share:
Komentar

Berita Terkini